Sunday, 11 September 2016

Aplikasi Kompos Kulit Buah Kakao Pada Pertumbuhan Bibit Cabe Merah



Aplikasi Kompos Kulit Buah Kakao Pada Pertumbuhan Bibit Cabe Merah

1.      Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas ekspor yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara, sehingga kakao mempunyai arti penting dalam perekonomian Indonesia sebagai penyedia bahan baku untuk industri komestik dan farmasi serta dapat membuka lapangan kerja bagi penduduk di daerah sentra produksi. Permintaan yang terus meningkat akibat dari pengembangan industri pengolahan biji kakao harus diimbangi dengan produk kakao nasional. Kakao memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga pada sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit (Wahyudi, 2008).
Salah satu cara untuk memanfaatkan kulit buah kakao adalah dijadikan kompos. Menurut Hengki (2006) kompos merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang dapat digunakan sebagai suplemen ataupun pengganti pupuk kimia (anorganik). Kompos ini telah digunakan di bidang perkebunan sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia dalam jumlah besar.
Pupuk organik yaitu pupuk yang berasal dari sisa sisa tanaman, hewan dan manusia seperti pupuk hijau, pupuk kandang, dan kompos yang diperlukan untuk kehidupan mikroorganisme di dalam tanah. Peranan pupuk organik dalam tanah disamping menambah unsur hara juga dapat meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan porositas tanah sehingga dapat memperbaiki aerase dan drainase tanah serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah (Novizan, 2002). Kulit buah kakao dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan kompos.
Salah satu cara untuk mengembalikan kesuburan tanah adalah dengan penggunaan pupuk organik. Unsur hara yang terserap oleh tanaman dari tahah melalui akar dapat dikembalikan lagi ke tanah melalui proses dekomposisi. Sebagai contoh pupuk organik yang dibuat dengan memanfaatkan kulit buah kakao. Teknologi proses kompos dari bahan dasar kulit buah kakao hampir sama dengan proses pembuatan kompos pada umumnya. Proses pembuatan kompos dengan bahan dasar kulit buah kakao dimulai dengan pencacahan bahan baku yang akan digunakan. Pencacahan dimaksudkan untuk memperkecil ukuran bahan. 
Menurut Darmono dan Tri Panji (1999) limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi limbah padat ini mencapai sekitar 60% dari total produksi buah. Spillane (1995) mengemukakan bahwa kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Menurut Didiek dan Yufnal (2004), kompos kulit buah kakao mempunyai pH 5.4; N total 1.30%; C-organik 33.71%; P2O5 0.186%; K2O 5.5%; CaO 0.23%, dan MgO 0.59%. Pemberian kompos kulit buah kakao ke dalam tanah sebagai bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara baik makro maupun mikro.

2.      Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kompos kulit buah kakao pada pertumbuhan bibit cabe merah

3.      Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Pekik Nyaring Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu. Waktu penelitian selama dua bulan dari bulan September sampai Oktober 2015.
Penelitian menggunakan benih cabe merah yang biasa di jual di took pertanian, tanah inseptisol bagian atas, kompos kulit buah kakao, polybag ukuran 15 x 25 cm, Bioaktivator EM-4, Matador 25-EC dan fungisida Dithane M-45. Alat yang digunakan adalah meteran, timbangan analitik, timbangan digital, cangkul, parang, ember, gembor, handspayer, ayakan, naungan paranet 70%, seedbed, oven, sekop, kain terpal, papan, karung goni, alat tulis, alat dokumentasi dan alat penunjang lainnya.
Penelitian dilaksanakan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas 5 perlakuan yaitu 0, 25, 50, 75 dan 100 gram per polybag dan diulang 3 kali, sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Tiap unit percobaan terdiri dari 4 polybag tanaman dan 2 polybag tanaman dijadikan sampel. Sehingga terdapat 60 polybag tanaman. Data yang diperoleh dianalisis secara statistic menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Duncans New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.
Lahan tempat penelitian diukur dengan ukuran 5x6 m. Naungan dibuat persegi panjang dari paranet dengan intensitas 70%. Media perkecambahan yang digunakan adalah lapisan tanah bagian atas dan pasir halus dengan perbandingan 1:1. Benih dibenamkan dalam seedbed sedalam 2/3 bagian dengan radikula menghadap ke bawah dengan jarak tanam 4x4 cm. Selanjutnya kompos kulit kakao dicampur rata sesuai dosis perlakuan dengan medium tanam lalu dimasukkan ke dalam polybag berukuran 15 x 25 cm. Setelah 4 minggu biji berkecambah semua, maka kecambah telah siap untuk dipindahkan ke polybag dengan cara memilih bibit yang pertumbuhannya seragam. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan, dan pengendalian hama serta penyakit.
   Adapun Parameter yang diamati yaitu tinggi bibit, jumlah daun, lilit batang, luas daun dan rasio tajuk akar.
Daftar Pustaka
Darmono dan T. Panji. 1999. Penyediaan kompos kulit buah kakao bebas Phytophthora palmivora. Warta Penelitian Perkebunan. V(1):33-38.
Didiek H.G. dan A. Yufnal. 2004. Orgadek, Aktivator Pengomposan. Pengembangan Hasil Penelitian Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Spillane, J. 1995. Komoditi Kakao, Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.
Wahyudi. 2008. Kakao. Penebar Swadaya, Bogor.

No comments:

Post a Comment