Aplikasi Kompos Kulit Buah Kakao Pada Pertumbuhan
Bibit Cabe Merah
1. Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L)
merupakan salah satu komoditas ekspor yang cukup potensial sebagai penghasil devisa
negara, sehingga kakao mempunyai arti penting dalam perekonomian Indonesia
sebagai penyedia bahan baku untuk industri komestik dan farmasi serta dapat membuka
lapangan kerja bagi penduduk di daerah sentra produksi. Permintaan yang terus meningkat akibat
dari pengembangan industri pengolahan biji kakao harus diimbangi dengan produk
kakao nasional. Kakao memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga pada sub sektor
perkebunan setelah karet dan minyak sawit (Wahyudi, 2008).
Salah satu cara untuk memanfaatkan kulit buah kakao
adalah dijadikan kompos. Menurut Hengki (2006) kompos merupakan salah satu
bentuk pupuk organik yang dapat digunakan sebagai suplemen ataupun pengganti
pupuk kimia (anorganik). Kompos ini telah digunakan di bidang perkebunan
sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia dalam jumlah besar.
Pupuk organik yaitu pupuk yang berasal
dari sisa sisa tanaman, hewan dan manusia seperti pupuk hijau, pupuk kandang,
dan kompos yang diperlukan untuk kehidupan mikroorganisme di dalam tanah.
Peranan pupuk organik dalam tanah disamping menambah unsur hara juga dapat
meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan porositas tanah sehingga dapat
memperbaiki aerase dan drainase tanah serta meningkatkan aktivitas
mikroorganisme tanah (Novizan, 2002). Kulit buah kakao dapat dijadikan sebagai
bahan pembuatan kompos.
Salah satu cara untuk
mengembalikan kesuburan tanah adalah dengan penggunaan pupuk organik. Unsur
hara yang terserap oleh tanaman dari tahah melalui akar dapat dikembalikan lagi
ke tanah melalui proses dekomposisi. Sebagai contoh pupuk organik yang dibuat
dengan memanfaatkan kulit buah kakao. Teknologi proses kompos dari bahan dasar
kulit buah kakao hampir sama dengan proses pembuatan kompos pada umumnya.
Proses pembuatan kompos dengan bahan dasar kulit buah kakao dimulai dengan
pencacahan bahan baku yang akan digunakan. Pencacahan dimaksudkan untuk
memperkecil ukuran bahan.
Menurut Darmono dan Tri Panji (1999) limbah kulit buah kakao
yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani
dengan baik. Produksi limbah padat ini mencapai sekitar 60% dari total produksi
buah. Spillane (1995) mengemukakan bahwa kulit buah kakao dapat dimanfaatkan
sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas
dan sumber pektin. Menurut Didiek dan Yufnal
(2004), kompos kulit buah kakao mempunyai pH 5.4; N total 1.30%; C-organik
33.71%; P2O5 0.186%; K2O 5.5%; CaO 0.23%, dan MgO 0.59%. Pemberian kompos kulit
buah kakao ke dalam tanah sebagai bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan
unsur hara baik makro maupun mikro.
2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pemberian kompos kulit buah kakao pada pertumbuhan bibit cabe merah
3. Metode Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di Desa Pekik Nyaring Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu
Tengah Provinsi Bengkulu. Waktu penelitian selama dua bulan dari bulan
September sampai Oktober 2015.
Penelitian menggunakan benih cabe merah yang
biasa di jual di took pertanian, tanah inseptisol bagian atas, kompos kulit buah
kakao, polybag ukuran 15 x 25 cm, Bioaktivator EM-4, Matador 25-EC dan
fungisida Dithane M-45. Alat yang digunakan adalah meteran, timbangan analitik,
timbangan digital, cangkul, parang, ember, gembor, handspayer, ayakan,
naungan paranet 70%, seedbed, oven, sekop, kain terpal, papan, karung
goni, alat tulis, alat dokumentasi dan alat penunjang lainnya.
Penelitian dilaksanakan secara eksperimen
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas 5 perlakuan yaitu 0, 25,
50, 75 dan 100 gram per polybag dan diulang 3 kali, sehingga diperoleh 15 unit
percobaan. Tiap unit percobaan terdiri dari 4 polybag tanaman dan 2 polybag
tanaman dijadikan sampel. Sehingga terdapat 60 polybag tanaman. Data yang
diperoleh dianalisis secara statistic menggunakan analysis of variance (ANOVA)
dan dilanjutkan dengan Duncans New Multiple Range Test (DNMRT) pada
taraf 5%.
Lahan tempat penelitian diukur dengan
ukuran 5x6 m. Naungan dibuat persegi panjang dari paranet dengan intensitas
70%. Media perkecambahan yang digunakan adalah lapisan tanah bagian atas dan
pasir halus dengan perbandingan 1:1. Benih dibenamkan dalam seedbed sedalam
2/3 bagian dengan radikula menghadap ke bawah dengan jarak tanam 4x4 cm.
Selanjutnya kompos kulit kakao dicampur rata sesuai dosis perlakuan dengan
medium tanam lalu dimasukkan ke dalam polybag berukuran 15 x 25 cm. Setelah
4 minggu biji berkecambah semua, maka kecambah telah siap untuk dipindahkan ke polybag
dengan cara memilih bibit yang pertumbuhannya seragam. Pemeliharaan tanaman
meliputi penyiraman, penyiangan, dan pengendalian hama serta penyakit.
Adapun
Parameter yang diamati yaitu tinggi bibit, jumlah daun, lilit batang, luas
daun dan rasio tajuk akar.
Daftar
Pustaka
Darmono dan T. Panji. 1999.
Penyediaan kompos kulit buah kakao bebas Phytophthora palmivora. Warta
Penelitian Perkebunan. V(1):33-38.
Didiek
H.G. dan A. Yufnal. 2004. Orgadek, Aktivator Pengomposan. Pengembangan Hasil
Penelitian Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor.
Novizan.
2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Spillane, J. 1995. Komoditi
Kakao, Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.
Wahyudi.
2008. Kakao. Penebar Swadaya, Bogor.
No comments:
Post a Comment